Belajar dari Amaq Sinta, Korban Begal yang ditersangkakan.

Advertisement

Masukkan script iklan 970x90px

Belajar dari Amaq Sinta, Korban Begal yang ditersangkakan.

Redaksi Utama
Selasa, 26 April 2022

 


Opini (Hukrim) -- Kejadian pembegalan yang menimpa Amaq Sinta, merupakan satu diantara sekian kasus serupa yang membingungkan kasus hukum direpublik ini.


Dalam kasus yang kauistik ini, pertanya masyarakat awam dan pandangan orang hukum pasti berbeda, meski muaranya pada satu kasus yakni, Apakah membunuh Begal karena dibegal termasuk dalam pembelaan diri?



Dalam konferensi yang digelar Polres Lombok Tengah kunci ledakan masalah ini adalah pertanyaan sederhana dari seorang jurnalis tentang apa sikap kita saat bertemu begal? Hal ini sontak menjadi viral di seluruh media cetak, tv, YouTube medsos dan lainnya.


Perlu diketahui lagi bahwa tindakan pembelaan diri yang dilakukan sesuai dengan pasal pembelaan diri perlu dilihat kembali apakah ada syarat atau unsur yang menyebabkan hal tersebut bisa dikatakan sebagai pembelaan diri.


Dalam hal ini jika tindakan pembelaan diri yang dilakukan hingga membunuh orang tersebut termasuk dalam syarat atau memenuhi syarat pembelaan diri, maka bisa saja tindakan yang dilakukan termasuk dalam pembelaan diri. Namun bukan berarti semua tindakan pembelaan diri bisa dimaafkan atau tidak bisa diproses pidana.


Nantinya tetap dalam persidangan, hakim akan menentukan mengenai apakah tindakan pembelaan diri yang Anda lakukan masih bisa dimaafkan atau tidak termasuk dalam pembelaan diri sehingga perlu dikenai pasal yang sesuai.


Padahal Aturan hukum membunuh karena membela diri tetap saja membutuhkan bukti dan sanksi dari tempat kejadian perkara. Keterangan diberikan oleh para saksi, akan sangat membantu korban untuk mendapatkan keadilan.


Bukti permulaan juga dibutuhkan untuk menunjukkan, bahwa tindakan korban memang murni merupakan bentuk pembelaan diri. Setidaknya dibutuhkan dua bukti, untuk meyakinkan pihak pengadilan, bahwa tidak ada unsur kesengajaan dalam kasus pembunuhan yang terjadi.


Penegak hukum memang akan menyaring secara ketat saksi dan bukti yang didapat dari penyelidikan dan penyidikan. Tanpa keduanya, korban akan sulit membuktikan dirinya sendiri bahwa tindakan tersebut diluar kendalinya.


Dalam penyelidikan untuk menemukan bukti, kebenaran materiil yaitu kebenaran sesungguhnya untuk mencari tau siapa pelaku sesungguhnya yang harus didakwa dan dituntut, pihak berwajib tentu harus bekerja semaksimal mungkin, karena hal ini menyangkut dengan keadilan seseorang.


Pengenaan kasus ini akhirnya di SP3 kan oleh Polda NTB. setelah mendapat sorotan hangat publik di Indonesia semua membela posisi dan kondisi Amaq Sinta selaku korban yang ditersangkakan.


Sebagai terduga atau tersangka tewasnya begal menurut Penmas Polri bahwa pastinya Amaq Sinta harus dilindungi semisal oleh LPSK.


Sama posisinya tentang kasus pengeroyokan yang terjadi beberapa waktu lalu di pulau Bali yakni korban yang sekarat sempat dijadikan tersangka namun atas kejelian aparat pelaku awal pengeroyokan yang sempat Opname akhirnya pihak  polres dibali  menahan kedua pelaku pengeroyokan sedangkan korban yang sempat melakukan perlawan akhirnya mendapat perlindungan dari LPSK dan LBH Bali. 


Pembegal jadi korban, atau pengeroyok jadi korban adalah salah satu atau salah dua kasus yang kadang membuat aparat keamanan mesti mengambil tindakan hati hati menetapkan mana korban pelaku kejahatan dan mana pelaku yang menjadi korban kejahatannya. 


Penulis Adalah Jurnalis Hukrim

Ad Section