Deposan LPD Anturan mendatangi Pengadilan Negeri Singaraja untuk menyampaikan aspirasi mereka dalam kasus pengancaman atas diri Ketut Yasa oleh Wakil Kelian desa adat Anturan Ketut Supandra, Rabu, (5/10/2022).
Massa yang berkumpul di halaman depan PN singaraja, diterima oleh Humas Pengadilan Negeri Singaraja Made Hermayanti Muliartha S.H., dan I Gusti Juliartawan S.H., M.H., dengan 5 orang perwakilannya di ruang mediasi dan diversi PN Singaraja.
Dalam penyampaian aspirasi itu, ketua korlap deposan LPD anturan Ketut Yasa menyampaikan bahwa,
"Kami berharap matinya hati nurani Jaksa Penuntut Umum dengan memberikan hukuman 3 bulan, tidak berlanjut kepada majelis hakim atas keputusannya," ucap ketut yasa.
Ketut yasa juga mengatakan, sesuai dengan undang undang ITE terkait pengancaman maksimal hukuman 4 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 750 juta.
"Ada apa ini, apakah ada sesuatu yang ditutup-tutupi dari kami?," ungkapnya.
Kepada beberapa media, ketut yasa menceritakan awal pelaporan tentang pengancaman dirinya,
"Saat itu (4/1/2022), kami dari pihak deposan LPD sudah melakukan rembug dan audiensi ke kantor LPD Anturan terkait dana kami, kami menanyakan, kepada siapa kami dapat mengambil dana yang disalahgunakan oleh oknum pengurus LPD,
Selanjutnya begitu audensi tersebut selesai, mulailah ada ancaman dari para pengurus LPD Anturan kepada kami. pada malam harinya saya ditelpon oleh ketut supandra yang mana yang bersangkutan menyampaikan akan membunuh saya jika saya masih berani masuk ke LPD Anturan," lanjutnya.
"Setelah mendengar ancaman dari ketut supandra, selanjutnya saya tunggu apakah ada itikad baik dari dia untuk meminta maaf, namun ternyata tidak ada itikad baik yang dilakukan oleh supandra. Akhirnya tanggal 11 Pebruari, saya laporkan ketut supandra atas dugaan pengancaman ke Polres Buleleng," bebernya.
Atas ancaman yang dilakukan Ketut Supandra, pihak Deposan LPD Anturan mengadukan ke Polres Buleleng. dalam proses persidangan saat dibacakan tuntutan, JPU menuntut terdakwa 3 bulan penjara.
Di lain sisi, pihak Deposan LPD Anturan juga mempertanyakan 3 saksi ahli yang tidak dihadirkan saat persidangan, juga keterangan saksi dan rekaman percakapan terdakwa tidak diputar saat persidangan.
Setelah mendengar aspirasi Deposan LPD Anturan, humas Pengadilan Negeri Singaraja Gusti Juliarta mengatakan,
"Untuk masalah LPD Anturan kami tidak mengetahui apa-apa. Terkait masalah tuntutan merupakan kewenangan JPU, dan kami tidak bisa mencampuri. Kemudian terkait menghadirkan saksi ahli, juga merupakan kewenangan JPU. Jika menurut JPU sudah membuktikan merasa cukup maka sudah cukup. Kami tidak dapat masuk ke dapur JPU," ucapnya.
Lebih lanjut Gusti Juliarta juga mengatakan bahwa,
"Masalah putusan agar dipercayakan kepada Majelis Hakim, semoga apa yang audiens harapkan bisa tercapai. Ketua PN Singaraja pun tidak dapat masuk ke Majelis Hakim, karena itu mutlak kewenangan Majelis Hakim. Bahkan seorang Hakim Agung pun tidak bisa mencampuri ranah di Majelis Hakim. Hal ini, pada Pengadilan berbeda dengan sistem komando. Berbeda dengan sistem komando pada Kepolisian dan Kejaksaan. Sehingga antar hakim tidak dapat saling mempengaruhi, kami sangat memahami apa yang ingin audiens sampaikan, karena ini terkait masalah hak uang tabungan para deposan," lanjutnya.
Senada dengan Gusti, Hermayanti Muliartha juga mengatakan bahwa,
"Apa yang menjadi aspirasi dari audiens akan kami tampung dan laporkan, hanya saja, kami tidak bisa masuk dan mencampuri kewenangan tuntutan dari JPU dan Majelis Hakim, namun aspirasi ini sudah kami catat dan akan kami laporkan ke pimpinan kami," ujar Hermayanti.(Red)